Rabu, 21 November 2012

perundang undangan migas yang merugikan negara indonesia

 perunadang undangan migas yang merugikan negara

Pehttp://www.lensaindonesia.com/uploads/1/2012/02/MK.jpg 
merintah diminta segera membentuk lembaga/badan baru untuk menggantikan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Namun, pembentukan lembaga/badan baru tersebut harus sesuai dengan UUD 1945. Untuk itu, perlu segera undang-undang pengganti UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Selain menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi, pembentukan lembaga/badan baru pengganti BP Migas juga bertujuan untuk mengakhiri ketidakpastian dalam usaha migas di sektor hulu. Pembentukan lembaga/badan baru juga diharapkan bisa mendorong peningkatan produksi migas dan nasionalisasi usaha migas di sektor hulu.
Demikian diungkapkan anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani, Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo B Sulisto, Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Salis Aprilian, serta Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Dipnala Tamzil secara terpisah di.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan dan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Peraturan itu untuk memberikan kepastian hukum bagi para pelaku dunia usaha.
"Peraturan presiden untuk mencegah kevakuman aturan. Sekaligus memberikan kepastian bagi usaha hulu minyak dan gas bumi. Aturan ini merupakan wujud dari tanggung jawab pemerintah setelah putusan MK. Kepada investor dan pelaku usaha migas, baik dalam dan luar negeri, semua perjanjian dan kontrak kerja sama tetap berlaku. Semua pekerjaan yang dijalankan dalam bentuk kerja sama dengan BP Migas dan pihak terkait tetap berjalan sebagaimana mestinya. Ini pasti, jadi tidak perlu membuat kecemasan," kata Presiden.
Kepala Negara mengakui pembubaran BP Migas sempat menimbulkan kecemasan dari berbagai kalangan. Terutama yang mempertanyakan kepastian hukum terkait prediksi dari kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Kemarin saya dengar laporan (putusan MK) jam 11 siang, 13 November 2012. Tentu ada implikasinya. Pertama, apa yang saya pantau memang putusan itu menimbulkan kecemasan menyangkut kepastian hukum di negeri ini. Investasi dan dunia usaha memerlukan jaminan kepastian hukum dan prediktabilitas dari kebijakan yang ada untuk mengambil keputusan. Kalau ini tidak segera saya ambil alih situasinya, isu tentang ketidakpastian bisa mengganggu iklim investasi," tutur Presiden.
Dewi Aryani mengatakan, pembentukan badan/lembaga baru pengganti BP Migas harus melalui pembahasan serius dan komprehensif serta terbuka. Dalam hal ini jangan sampai seperti "mengganti baju" BP Migas. Semangat pembentukan badan/lembaga baru semestinya mengutamakan pelaksanaan tata kelola migas sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Jadi, tidak bisa melihat masalah ini hanya secara parsial saja. Yang penting segera memberikan sosialisasi kepada para investor dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) agar mereka juga memiliki keyakinan soal kepastian hukum, termasuk implikasi legalitas dari semua proyek. Kemudian, cost recovery yang harus dibayar oleh pemerintah kepada KKKS bagaimana statusnya," katanya.
Secara umum, Dewi Aryani juga menyoroti kebijakan pemerintah terkait tata kelola energi, terutama sektor migas. Apalagi sekarang dalam status transisi setelah MK resmi membubarkan BP Migas.
Suryo B Sulisto mengatakan, pembubaran BP Migas tidak akan menggangu kontrak kerja sama (KKS) yang sedang berjalan dengan kontraktor. Apalagi putusan MK terkait pengujian UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, menyatakan BP Migas dibubarkan dan seluruh fungsinya beralih ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Selama ini peran BP Migas hanya sebagai pengawas kegiatan kontrak kerja sama dengan perusahaan migas asing. Kewenangan BP Migas hanya tinggal dialihkan ke lembaga yang lebih berwenang. Jadi hanya butuh penyesuaian saja. Memang harus dilihat dulu permasalahannya. Kalau strukturnya memungkinkan untuk dibentuk yang baru, maka segera dibentuk. Jangan sampai berlarut-larut dan berdampak pada iklim investasi di sektor migas," katanya.
Menurut Suryo, saat ini Indonesia membutuhkan banyak kegiatan eksplorasi sumur minyak dan gas baru untuk mengurangi impor yang terus meningkat. Untuk itu, pemerintah diharapkan segera menindaklanjuti putusan MK dengan baik.
Sementara itu, Salis Aprilian mengatakan, pemerintah lebih baik membentuk badan usaha milik negara (BUMN) yang bisa menjalankan fungsi bisnis untuk menggantikan peran BP Migas. Namun meski menjalankan bisnis, BUMN yang baru ini strukturnya tetap berada di bawah kendali pemerintah.
"Jadi BUMN ini bisa membuat kontrak kerja sama (KKS) dengan semua kontraktor migas, namun bertanggungjawab penuh kepada pemerintah," katanya. Ia menambahkan, pendapatnya bukan berarti ingin pemerintah menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai pengganti BP Migas.
Meski demikian, menurut dia, PT Pertamina siap menggantikan peran BP Migas jika ditunjuk pemerintah. Hal ini mengingat selama ini anak perusahaan Pertamina misalnya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sudah menjalankan fungsi yang mirip dengan BP Migas.
"Memang kegiatan PT PHE bisa dibilang seperti BP Migas kecil, karena kami mempunyai unit-unit bisnis yang mengelola dan mengawasi aset-aset migas Pertamina. Tapi, tidak kontrak langsung dengan BP Migas. Saat ini ada sekitar 40-an aset migas Pertamina yang dikelola di bawah naungan PHE dengan nilai mencapai 700 juta dolar AS," katanya.
Dipnala Tamzil mengatakan, kontraktor migas meminta pemerintah segera mengakhiri ketidakpastian setelah pembubaran BP Migas. Pemerintah mesti segera memberikan arahan atau petunjuk untuk mengurangi dampak pada investasi di Indonesia.
"Kami berharap kondisi ini dapat segera diselesaikan untuk menghindari ketidakpastian. Sebagai mitra Pemerintah Indonesia, kami menyampaikan dukungan dan komitmen untuk menjamin kelangsungan aktivitas operasi produksi migas serta pendapatan dan pasokan energi bagi negara," katanya.
IPA yang didirikan pada 1971 ini memiliki 53 anggota perusahaan minyak dan gas nasional dan multinasional. Selain itu 111 anggota perusahaan penunjang industri migas dan sekitar 2.000 individu. Menurut Dipnala, keanggotaan IPA merepresentasikan 90 persen dari eksplorasi dan produksi migas di Indonesia.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meyakini negara tidak akan merugi setelah BP Migas dibubarkan. "Mengada-ada kalau dikatakan negara rugi Rp 1 triliun per hari karena pembubaran BP Migas. Kontrak-kontrak BP Migas tetap dilanjutkan pemerintah sesuai perjanjian masing-masing," tuturnya.
Sedangkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya Tommy Hendra Purwaka mengatakan, pembubaran BP Migas mendorong pengelolaan sistem birokrasi menjadi efisien atau memperpendek mata rantai dari sudut kelembagaan. Pengambilalihan oleh Kementerian ESDM diharapkan mendorong efektivitas dan jaminan sistem ketersediaan migas bagi rakyat. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945.
Putusan MK tentang Pembubaran BP Migas yang dilandaskan pada UU Migas Nomor 22 tahun 2001 (Pasal 1 angka 19 dan 23, Pasal 3 huruf b, Pasal 4 ayat 3, Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat 2, Pasal 13, dan Pasal 44) dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Sementara itu, ekonom Dradjad H Wibowo menilai, pembubaran BP Migas bisa tidak berarti apa-apa jika UU Migas tidak dibatalkan secara keseluruhan dan diganti dengan UU baru. Meski BP Migas dibubarkan, para mafia minyak masih bisa tetap senang. Apalagi Kementerian ESDM yang diserahkan tanggung jawab mengurus ini gagal memberantas mafia minyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar