Selasa, 20 November 2012

dampak yang di timbulkan dalam pertambangan timah

PRAKTEK PENAMBANGAN TIMAH DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG MEMBAWA KERUGIAN BAGI MASYARAKAT
Makalah ini dimulai dengan tinjauan perpustakaan tentang perkembangan praktek penambangan timah yang dilakukan oleh sejumlah badan usaha atau kelompok masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung. Data sekunder yang didapat ini lalu dibahas berdasarkan konsep yang ada dalam mata kuliah Penegakan Hukum Kejahatan Lingkungan tentang kejahatan terhadap lingkungan dan kejahatan yang dilakukan oleh korporasi atau individu. Dalam makalah ini, secara khusus, akan dijelaskan antara lain tentang praktek penambangan timah di lingkungan laut Kepulauan Bangka Belitung dan dampak yang akan ditimbulkannya bagi masyarakat, analisa masalah berdasarkan kerangka pemikiran kejahatan lingkungan, serta saran dan pendapat dengan harapan akan memberikan pertimbangan dalam mencari solusi untuk mengatasi masalah lingkungan di Kepulauan Bangka Belitung.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4G4NI7ZHXR7PEtljnqSe1mrZ_dqwQ-TMx8cum3-dNHGKTE_U1qY_DxyTvKSJ6nnX48KwzSUN2Jx93Ir82yeO0w-imcOldw3f0zxOywpDc2pB4wTK6qCqEVxuSieiI7TLTg-MJE8vndE_V/s320/peti4.jpg
Praktek penambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung akhir-akhir ini telah menjadi suatu aktivitas keseharian bagi sebagian besar masyarakat di pesisir pantai. Di daerah perarian Bangka dan Belitung, praktek menambang timah di laut ini kian marak dilakukan secara masal. Dalam sehari puluhan ton timah disedot dari dasar laut. Setelah pasir timah itu diambil, limbah berupa tanah dibuang lagi ke laut. Bagi perusahaan resmi seperti PT. Timah, penambangan dilakukan dengan menggunakan kapal besar yang berfungsi untuk menyedot timah dari dalam tanah di bawah laut, sementara bagi perusahaan-perusahaan swasta yang lebih kecil, penambangan dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal sedang. Kegiatan menambang timah di laut ini pun mulai ramai dilakukan oleh penambang di luar PT. Timah pada tahun 2006 sehingga mendorong masyarakat setempat, yang awalnya berprofesi sebagai nelayan, membanting setir menjadi penambang timah. Hal itu dilakukan dengan alasan bahwa keuntungan yang didapat lebih besar daripada melaut untuk mencari ikan. Dalam waktu seminggu mereka dapat menghasilkan uang dari Rp 400.000,- hingga Rp. 1.000.000,-. Apabila mereka pergi melaut, keuntungan yang didapat belum tentu mencapai seperempat dari keuntungan menambang timah. [Yulvianus Harjono dan Wisnu Aji Dewabrata, Harian KOMPAS, Senin, 17 Mei 2010]. Hal ini pula yang menyebabkan banyaknya para pendatang dari luar kepulauan untuk melakukan aktivitas yang sama, yaitu mengeruk sumber daya timah yang dimiliki oleh bumi laskar pelangi tersebut. Aksi ini kemudian mengundang para penambang ilegal yang berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan untuk keuntangan pribadi.
Munculnya Masalah Kerusakan Laut
Pengerukan tanah yang dilakukan dalam penambangan timah di lepas pantai kepualuan Bangka Belitung menyebabkan rusaknya topografi pantai. Pantai yang sehat adalah pantai yang memiliki bentuk tanah yang landai. Akan tetapi, kegiatan penambangan timah membuat struktur tanah di lepas pantai menjadi lebih curam sehingga daya abrasi pantai menjadi semakin kuat.
Akibat lain yang ditimbulkan dari pengerukan tanah di dasar laut adalah berubahnya garis pantai yang semakin mengarah ke daratan. Pengerukan tanah dan pembuangan sedimen juga menyebabkan air laut menjadi keruh. Dengan makin maraknya aktivitas penambangan, intensitas kekeruhan air semakin tinggi dan radiusnya ke kawasan lain di luar kawasan penambangan semakin luas. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa kawasan terumbu karang yang bukan merupakan wilayah penambangan mendapatkan imbas kekeruhan air. Sedimentasi tanah yang menjadi penyebab kekeruhan air ini akan menutup dan mematikan terumbu karang. Matinya terumbu karang akan merusak habitat kehidupan laut yang indah; lingkungan laut akan berubah menjadi habitat alga yang merugikan. Oleh karena itu, kerusakan laut di lepas pantai di Kepulauan Bangka Belitung menjadi semakin parah.
Sejumlah penelitian yang telah dilakukan meyatakan bahwa terumbu karang semakin terancam kehidupannya karena ulah pelaku tambang. Indra Ambalika, Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung, megatakan bahwa sejak tahun 2006 ekosistem laut di Bangka Belitung semakin parah daripada di daratan. Kehancuran terumbu karang yang mencapai 40 persen di perariran Bangka disebabkan oleh PT. Timah yang melakukan penambangan timah selama puluhan tahun sehingga habitat ikan-ikan terganggu, bahkan para nelayan sudah sangat sulit untuk mendapatkan ikan. PT. Timah memang telah melakukan perbaikan lingkungan laut, tetapi sistem rehabilitasi lingkungan yang diterapkan dianggap belum memadai. Pihak PT. Timah hanya menaruh rumpon tanpa penanganan yang berlanjut. [Harian KOMPAS, Senin, 17 Mei 2010, hlm. 1 dan 15]
Mata pencaharian masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung adalah menangkap ikan, tetapi profesi nelayan ini terganggu karena penambangan timah. Kerusakan ekosistem laut yang terjadi menyebabkan rusaknya habitat tumbuhan dan binatang laut. Karena semakin sulit mendapatkan ikan, keuntungan yang di dapat oleh nelayan semakin kecil pula. Situasi seperti ini kemudian mendorong sebagian besar nelayan untuk merubah profesi menjadi penambang timah inkonvensional (TI) apung dengan menggunakan perahu-perahu kecil atau bagan terapung, baik secara legal (menjalin kerja sama dengan PT. Timah atau perusahaan swasta yang memiliki izin resmi) maupun secara ilegal dengan menjadi cukong atau bekerja kepada cukong tambang timah ilegal. [Ibid., hlm. 15]
Kegiatan menambang secara ilegal ini juga menelan korban. Para penambang harus menyelam hingga kedalaman empat puluh meter untuk menancapkan pipa penyedot timah. Mereka menyelam dengan menggunakan perlengkapan sederhana, seperti masker dengan udara dari kompresor dan alat pengisap pasir merek Dongfeng. Tidak sedikit dari mereka yang harus mengalami pendaharahan di telinga atau hidung saat menyelam, dan terkadang ada juga yang kehilangan nyawa. [Yulvianus Harjono, loc.cit., hlm. 15]
Selain menyebabkan berubahnya topografi tanah pada pantai, kegiatan penambangan timah yang semakin marak ini juga menimbulkan kekhawatiran akan menipisnya persediaan timah di perairan Bangka dan Belitung. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah setempat dengan membuka izin penambangan timah dalam skala kecil dan menengah atau tambang inkonvensional memberikan efek berupa semakin membabi butanya kegiatan penambangan oleh masyarakat setempat dan juga oleh beberapa perusahaan peleburan timah skala menengah di Pulau Bangka. Karena semakin banyak badan usaha yang beroperasi, menyebabkan persaingan pertambangan timah semakin tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar